Terisolir-kah kita dari aktifitas ilmiah dunia ?

Setiap tahunnya di musim panas, sebuah hajatan kolosal diadakan di bagian selatan Jerman, tepatnya di kota-pulau kecil Lindau negara bagian Bavaria, tepi danau Constance (Bodensee, bhs. Jerman). Danau Constance ini unik karena tiap sisinya berada di tiga negara yang berbeda; Jerman di sisi utara, Austria di sisi timur dan Swiss di sisi selatan. Walhasil, tepat di tengah-tengah danau, titik temu perbatasan tiga negara dapat dibayangkan. Terlihat dari terus bergantinya provider telepon seluler dari Jerman, Austria hingga Swiss. Hajatan kolosal yang saya maksudkan di sini bukan hajatan konser musik atau lomba kecantikan, namun hajatan di bidang sains; Lindau Nobel Laureate Meeting.

Sebagaimana namanya, Lindau Nobel Laureate Meeting (saya sinkat dengan Lindau Meeting) memang dihadiri oleh peraih Nobel atau Nobel Laureate. Entah itu di peraih Nobel bidang Fisika, Kimia, Kedokteran maupun Ekonomi. Dikarenakan penghargaan Nobel diberikan untuk empat kategori sains, maka Lindau Meeting diadakan per kategori; Nobel Meeting untuk Fisika, Kimia, Kedokteran dan Economi. Untuk tahun 2018 ini, Lindau Meeting diadakan untuk kategori Kedokteran dan tahun 2019 yang akan datang diadakan untuk kategori Fisika. Untuk lebih lengkapnya, sila kunjungi website Lindau Meeting di https://www.lindau-nobel.org

Gambar 1, Kota tepi danau Constance Lindau bersiap menyambut Lindau Nobel Laureate Meeting for Physics 2012 (Dok. Pribadi).

Lindau Meeting pada awalnya diadakan untuk mempertemukan para peraih Nobel Kedokteran pada tahun 1951. Dan mulai tahun 1953, diputuskan bahwa Lindau Meeting terbuka untuk sarjana, mahasiswa pasca-sarjana hingga Post-Doc untuk membahas perkembangan dan kemajuan sains. Dan tidak hanya satu dua peraih Nobel saja yang diundang, namun belasan. Untuk era modern, Lindau Meeting diramaikan oleh setidaknya 30 orang Nobel laureate untuk tiap kategori sains. 

Lindau Meeting memiliki konsep kegiatan semacam Summer Camp. Pulau-kota Lindau yang mungil itu menjelma menjadi pusat gravitasi intelektual kelas global selama lima hari dengan partiispan dari seluruh belahan bumi. 650-an partisipan yang umumnya Ialah Post-doc, Early-Stage Scientist, dan mahasiswa PhD membanjiri kota kecil bergabung bersama dengan 30-an para peraih Nobel. Lantas apa yang mereka lakukan pada  even tahunan ini?

Di event Lindau Meeting, kegiatan terbagi menjadi beberapa sesi. Pertama ialah sesi kuliah umum, di mana setiap harinya selama lima hari, lima-enam peraih Nobel memberikan kuliah umum sesuai dengan kepakarannya di depan partisipan. Kedua ialah sesi interaksi dengan para peraih nobel melalui „kelas bebas“, ketiga ialah sesi Master-Class di mana paritispan dapat memberikan presentasi mengenai studinya di hadapan dua-tiga peraih Nobel. Sesi keempat ialah sesi diskusi bebas melalui acara makan siang atau makan malam bersama, dan sesi terakhir ialah refreshing mengunjungi kastil Mainau di Pulau Mainau, masih di danau Constance, namun sudah masuk negara bagian Baden-Württenberg.

Sesi kuliah umum peraih Nobel ialah brand-nya Lindau Meeting. Peraih Nobel berbicara di depan panggung yang disediakan untuk memberikan kuliah umum masing-masing selama 45-60 menit. Namun tanpa tanya jawab. Tanya jawabnya memang sengaja dilakukan di sesi kedua, yakni sesi interaksi dengan partisipan selama satu jam dan dilakukan pada siang hari. Diskusi intensif biasanya terjadi di sesi interaksi ini karena waktu yang tersedia tidak dibatasi oleh waktu kuliah umum. 

Gambar 2, Sesi kuliah umum Lindau Meeting oleh Nobel Laureate. (Dok. Pribadi).

 

Gambar 3. Sesi interaktif dengan Nobel Laureate di siang hari. Gambar kiri ialah ketika menyimak penjelasan dari tokoh favorit, Dan Schechtman, penemu Quasikristal, peraih Nobel Fisika tahun 2011. (Dok. Resmi Lindau Meeting 2012)

Yang menarik ialah Lindau Meeting memberikan kesempatan pada sesi Master-Class untuk para partisipan untuk berbagi ide penelitian dengan para peraih Nobel. Jelas, untuk partisipan, ini ialah pengalaman berharga karena masukan, interaksi khusus plus diskusi yang terjadi pada Master-Class ini menjadi motivator puncak untk melakoni penelitiannya ke depan. 

Gambar 4. Sesi diskusi dan foto-foto bebas dengan para Nobel Laureate di atas kapal feri yang membawa peserta ke Pulau Mainau (foto kiri bawah). Foto kanan atas ialah ketika berbincang dengan Douglas Osheroff. Selain Nobel Laureate, dia ialah ketua komite penyelidikan atas meledaknya pesawat ulang alik NASA Columbia,
Kami ngobrol soal digital kamera saat itu 😀 . (Dok. Pribadi)

 

Lima hari interaksi dengan sesama partisipan maupun dengan para Nobel Laureate yang berjumlah 30-an itu hanya untuk membiacarakan sains, sains dan sains ibaratnya sebuah penggodokan dan pematangan ide. Belum lagi ditambah dengan motivasi extra hasil melihat keteladanan dan kegigihan Nobeal Laureate bergulat dengan permasalahan fundamental dalam bidang Fisika, Kimia, Kedokteran maupun Ekonomi.

Saya sendiri alhamdulillah berkesempatan memenangi satu kursi di antara 650 tempat yang diperebutkan untuk menghadiri Lindau Meeting 2012 for Physics, di mana Lindau Meeting diselenggaran pas ketika Fisika menjadi topik kategori tahun tersebut,

Mengapa saya sebut „memenangi satu kursi“? Ini karena untuk menjadi paritisipan Lindau Meeting, seseorang harus menjalani proses seleksi mengingat peminat yang ingin menjadi paritispan sangat banyak sedangkan quota-nya hanya 650. Panitia penyelenggara Lindau Meeting mengklaim bahwa setiap tahunnya, 12.000 applicant mengirimkan aplikasi permohonan menghadiri Lindau Meeting dari penjuru dunia. Berarti, jika ada 650 partisipan saja yang diambil dari 12.000, maka level kompetisinya ialah dari 187 pelamar hanya 1 orang yang akan diterima. 

Uniknya, Lindau Meeting memberikan semacam quota untuk masing-masing negara dengan jumlah kursi yang berbeda. Jerman rasanya paling banyak menyediakan quota kursi untuk partisipan dari negaranya. maklum, tuan rumah dan pencetus acraa sejak awal. Saya waktu itu melihat cukup banyak juga partisipan dari Amerika. Dan yang mencolok memang paritispan dari China dan india yang dengan mudah diidentifikasi. 

Keikutsertaan saya banyak terbantu oleh fellowship yang saya ambil ketika melakukan penelitian di Jerman. Waktu itu saya ialah Alexander von Humboldt Post-Doc Fellow untuk melakukan penelitian di Erlangen, Jerman. Dan namanya juga rejeki, Alexander von Humboldt Foundation -pemberi fellowship- merupakan salah satu sponsor utama acara Lindau Meeting sehingga Humboldt Foundation memiliki „jatah“ kursi untuk para Fellow-nya di event besar sains tersebut. Meski demikian, saya diharuskan untuk mengisi banyak formulir, mengirimkan CV, meminta surat rekomendasi dari supervisor saya dan menjalani seleksi internal sebelum akhirnya saya benar-benar pergi ke Lindau. 

Humboldt

Gambar 5. Alexander von Humboldt Foundation. Yayasan di jerman yang mempromosikan pertukaran ide dan intelektual muda dari seluruh dunia. Memberikan kesempatan postdoctoral study di kampus manapun di Jerman. http://www.humboldt-foundation.de/web/start.html

Di even tersebut tidak hanya berdiskusi, kongkow bareng Nobel Laureate, atau saling curhat dengan sesama Post-Doc soal penelitian, saya juga mendapat input yang luar biasa dari mereka. Pada saat itu juga di tahun, Lindau Meeting menyiarkan konferensi pers temuan partikel Higgs oleh CERN Swiss secara langsung dan kami mendapatkan kesempatan tatap muka via teleconference dengan para saintis yang menggawangi proyek penelitian partikel Higgs. 

Gambar 6. Suasana press conference penemuan partikel Higgs di CERN, di-broadcast ke ajang Lindau Meeting. (Dok. Pribadi)

Jamaknya orang Indonesia di rantau dan di sebuah event sains besar, biasanya saya mencari-cari orang Indonesia lain. 

Namun apa pasal, meski saya menemui banyak partisipan dari Malaysia, Brunei atau bahkan dari Timor-Leste, saya hanya menemukan satu orang Indonesia lain. Bahkan, ia tidak datang dari Indonesia, melainkan mirip kasusnya dengan saya, yakni datang dari Singapura atas sponsor Singapore National Science Foundation. Artinya, Lindau Meeting kali itu dihadiri oleh dua orang Indonesia tanpa dapat mengklaim kami datang mewakili Indonesia. 

315434_4244184465121_1548927774_n

Gambar 7. Foto bersama dengan Nicholas Kurniawan WNI lain yang berparitisipasi di Lindau Meeting, waktu itu masih mahasiswa PhD di NUS Singapura. Sekarang dia menjadi Assistant Professor di TU Eindhoven, Belanda. (Dok. Pribadi)

Ini berbeda dengan partisipan Malaysia misalnya yang datang rombongan enam orang atas sponsor pemerintah Malaysia. Atau partisipan Bangladesh yang saya temui berjumlah lima orang. Plus tiga partisipan Timor-Leste di mana saya justru dapat berbicara dengan bahasa Indonesia dengan mereka selama Lindau Meeting berlangsung. Partisipan-partisipan negara tersebut datang atas sponsor resmi negaranya masing-masing sehingga mereka dapat mengklaim mewakili negaranya secara resmi. Beda dengan saya dan satu kawan Indonesia di Singapura tadi. 

Dan itu situasi enam tahun lalu di 2012. Bagaimana dengan tahun-tahun berikutnya hingga Lindau Meeting 2019 tahun depan? Kelihatannya setali tiga uang. Hingga penyelenggaraan tahun 2019, Indonesia dipastikan tidak akan mengirimkan partisipannya. 

Lho, dapat informasi darimana jika Indonesia tidak akan berpartisipasi?

Panitia Lindau Meeting cukup transparan dalam pengelolaan even ini. Untuk dapat berpartisipasi, biasanya kita diarahkan untuk memeriksa eligibility status kita melalui websitenya atau via aplikasi online melalui link ini https://application.lindau-nobel.org/restxq/application#/application

Pertama, asal universitas atau institusi kita dan kedua asal negara dan kewarganegaraan kita. Jika kita memasukkan infromasi „Indonesia“ di kedua poin di atas, maka kita tidak akan mendapat informasi mengenai siapa dan lembaga mana yang perlu dihubungi. Karena ini berkaitan dengan lembaga sponsor yang akan menanggung keseluruhan biaya transportasi dan akomodasi selama acara berlangsung. Sebagaimana diketahui, pemenang kursi di Lindau Meeting akan menerima secara penuh biaya transportasi, penginapan hingga makan selama event ini diadakan. Alias, partisipasi di Lindau Meeting ialah gratis.

Berbeda misalnya jika kita mengisi kedua poin tersebut dengan „Austria“, „Malaysia“ atau Bangladesh“, maka akan ada contact person berikut lembaga yang bertindak sebagai sponsor untuk memberangkatkan applicant, tentu dengan berkompetisi terlebih dahulu.

Artinya apa? Artinya ialah Indonesia tidak memiliki kerjasama dengan Lindau Nobel Laureate Meeting sehingga tidak dapat mengutus intelektual muda terbaik ke ajang sains tahunan tersebut. Lindau pada umumnya menjalin kerjasama dengan Akademi Ilmu Pengetahuan (atau academy of science) negara yang bersangkutan dikarenakan sifatnya yang lebih ke basic science atau ilmu dasar. 

Jika Austria, Malaysia atau Bangladesh memiliki jalur untuk mengirmkan partisipan asal negaranya ke Lindau Meeting tiap tahunnya, maka itu karena mereka memiliki network yang kongkrit dengan Lindau Meeting. Ini berkebalikan dengan Indonesia yang seakan-akan terkucil karena -satu dan lain hal- tidak memiliki jejaring dengan event seperti Lindau Meeting. Jika Anda ialah WNI dan kuliah atau bekerja di instansi di Indonesia, Anda tidak memiliki chance sama sekali untuk berpartisipasi di Lindau Meeting. 

Pertanyaannya, apakah Lindau Nobel Laureate Meeting ini tidak pernah terdengar sama sekali di Indonesia? Jujur saja, saya pun baru mendengarnya ketika berada di Jerman dan ketika dinominasikan sebagai partisipan oleh Humboldt Foundation. Sebelumnya, saya sendiri tidak pernah mendengar soal Lindau sama sekali. Jika ketidaktahuannya saya ini juga dialami oleh pengambil kebijakan kerjasama internasional di bidang sains di tanah air, maka sudah tentu perlu ada langkah terobosan untuk menjalin kerjasama dengan komite Lindau Meeting. 

Jika pun yang perlu dilibatkan ialah akademi sains negara yang bersangkutan, maka dalam hal ini Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) yang perlu bergerak, dengan terlebih dahulu berkomunikasi dengan komite Lindau Meeting.

Sungguh saya jika absennya Indonesia di event sebesar Lindau Meeting ternyata mencerminkan keterisolasian kita di dunia sains global. Di era di mana ide itu sangat mahal dan memerlukan pertukaran informasi ilmiah dan pola pikir invest in people Ialah sebuah keharusan dalam meningkatkan kualitas SDM intelektual muda kita, justru di sinilah kita tertinggal. 

Wallahu a’lam bishshawab

Vienna, 3 Shafar 1440 H/ 13 Oktober 2018 M.

168880_4244178384969_2124067443_n

Gambar 8. Motto Lindau Meeting, Educate, Inspire, Connect.

 

 

 

 

Tinggalkan komentar

Filed under Penelitian

Tinggalkan komentar